Cerita
Seorang Punjual Koran
Matahari belum tampak muncul di ufuk timur. Udara pagi terasa
sangat dingin. Alam masih diselimuti embun pagi. Di sebuah tengah jalan yang
masih lengang ada seorang anak yang mengayuh sepedahnya. Siapakah anak itu? Ia
adalah Saeful Anwar seorang penjual Koran.
Menjelang pukul lima pagi dia telah sampai di sebuah tempat
agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil berapa hari ini ful?” Tanya bang
Hendra Gunawan pemilik agen koran. “Bisa saja bang,” jawab Saeful dengan mantap.
Bang Hendra mengambil beberapa koran dan majalah yang biasa
dibawa Saeful untuk langganannya. Setelah semuanya selesai, Saeful pun
berangkat dengan semangat.
Saeful mendatangi para pelanggan-pelanggan setianya dari satu
rumah ke rumah lainnya. Begitulah pekerjaan Saeful setiap harinya, mengantarkan
koran-koran dan majalah kepada para pelanggannya. Saeful mengerjakan pekerjaan
itu dengan rasa semangat, gembira dan dengan rasa tanggung jawab.
Dalam sebuah perjalanan, ada orang yang memanggil dirinya, “Saeful?”,
ucapnya. “Eh ada bang Dafa sama bang Taupik, ada apa bang?” jawab Saeful. “Ada koran
topskor ?” Tanya Dafa Alwin Wahyudin, kemudian Saeful menjawab “Pastinya ada dong, ini bang. Kalau
bang Opik beli koran apa?”. “Saya sih biasa aja ful, warta kota”. “Oke ini bang
korannya.”. lalu Dafa dan Opik membayar korannya masing-masing dan mereka pun
pergi kembali ke tempat tinggalnya, dan Saeful melanjutkan perjalanannya untuk
mengantarkan koran dan majalahnya.
Ketika Saeful sedang mengayuh sepedahnya, tiba-tiba ia
dikejutkan oleh sebuah benda. Benda itu adalah sebuah barang yang dibungkus
dengan plastik yang berwarna biru. Saeful pun merasa gemetar, ”Benda apa itu?”,
Tanya hatinya. Ia ketakutan dan ragu-ragu, ia takut karena dalam beberapa akhir
ini sering kejadian peledakan bom dalam sebuah bungkusan. Namun akhirnya ia mencoba
membuka bungkusan itu, dan tampak didalamnya terdapat sebuah kardus. “Wah,
apaan ini isinya?” tanyanya dalam hati.
Lantas, Saeful pun membuka bungkusan tersebut dengan
hati-hati. Alangkah terkejutnya Saeful, ternyata didalamnya terdapat sebuah gelang
emas dan perhiasan lainnya. “Astagfirulohalazim, perhiasan siapa ini? Milik
siapa ?” guram Saeful. Kemudian Saeful membolak-balik gelang dan kalung yang
ada di dalam kardus itu. Ia makin terkejut lagi karena di dalam kardus itu ada
kartu kreditnya. “Loh ko, inikan milik Pak Riki Rahmawan, kasihan sekali Pak Riki,
rupanya dia telah kecurian.” Gumamnya dalam hati.
Apa yang dipikirkan Saeful ternyata tepat sekali. Rumah Pak Riki telah dimasuki para pencuri malam tadi. Mungkin karena pencurinya
terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dia kumpulkan dan akan dicuri
terjatuh saat para pencuri hendak melarikan diri. Lantas Saeful pun langsung
memberitahukan kepada Pak Riki. Ia menceritakan apa yang telah terjadi saat dia
sedang berjualan Koran. Setelah itu, betapa senangnya hati Pak Riki Rahmawan karena
perhiasannya telah kembali ke gemgamannya. Beliau bersyukur, karena perhiasan
berharganya jatuh ke tangan yang jujur seperti Saeful.
Sebagai ucapan terima kasih, Pak Riki memberikan modal kepada
Saeful untuk membuka kios koran sendiri di halaman rumahnya. Kini Saeful tidak
lagi harus mengayuh sepeda untuk berjualan koran. Dia hanya tinggal menunggu
pembeli berdatangan untuk membeli dan membaca korannya itu. Untuk mengirim koran
atau majalah kepada pelanggannya, Saeful memerintahkan saudaranya yang kebetulan
belum mendapatkan pekerjaan. Kini Saeful hidup dengan bahagia dan senang, dia
pun telah mempersunting seorang wanita yang bernama Larasati Risqi Rahasa dan mempunyai tiga
anak laki-laki yakni Mulyadi, Osam Syamsudin dan Muhamad Yadi Suryadi. Saeful dan keluarga kini hidup
bahagia dan tentram dengan usaha korannya itu. Itulah akhir dari kejujuran.